Mushab Bin Umair

Berikut ini adalah sirah sahabat nabi edisi ke-9. Postingan kali cukup panjang, namun sangat menarik. Sebab kita akan membicarakan sirah sahabat nabi yang bernama Mushab bin Umair, kadang-kadang ditulis Mush'ab bin Umair. Sahabat nabi yang masih muda, cerdas, tampan, dan luar biasa. Mari kita ikuti kisah sahabat nabi yang satu ini.
***

Mushab bin Umair adalah satu diantara para shahabat Nabi SAW. Sungguh sangat indah jika kita menghayati kisahnya.

Dia seorang remaja Quraisy paling menonjol, paling tampan, dan paling bersemangat. Para penulis sejarah biasa menyebutnya sebagai “pemuda Makkah yang menjadi sanjungan semua orang”.

Dia lahir dan dibesarkan dalam limpahan kenikmatan. Bisa jadi, tak seorangpun diantara anak muda Makkah yang dimanjakan kedua orang tuanya seperti yang didapatkan Mushab bin Umair.

Mungkinkah kiranya anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, selalu dielu-elukan, dan bintang di setiap rapat dan pertemuan, akan berubah menjadi tokoh dalam sebuah cerita keimanan dan perjuangan demi membela Islam…?

Sungguh satu kisah penuh pesona… Kisah perjalanan Mushab bin Umair atau kaum muslimin biasa menyebutnya “Mushab Al-Khair (yang baik)”…

Dia adalah satu diantara orang-orang yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad SAW. Seperti apakah dia…?

Sungguh, kisah hidupnya menjadi kebanggan seluruh umat manusia.
Suatu hari, anak muda ini mendengar berita tentang Muhammad yang selama ini dikenal jujur… Berita yang juga mulai didengar oleh warga Makkah… Muhammad yang selama ini dikenal jujur itu (Al-Amin) menyatakan bahwa dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Mengajak umat manusia beribadah kepada Allah yang Maha Esa.

Perhatian warga Makkah terpusat pada berita ini. Tiada yang menjadi buah pembicaraan mereka kecuali tentang Rasulullah SAW dan agama yang dibawanya. Tak ketinggalan anak muda yang manja ini. Dia terlihat sangat serius mendengarkan berita ini. Meskipun usianya masih muda, ia menjadi bintang di setiap rapat dan pertemuan. Kehadirannya di setiap rapat dan pertemuan selalu dinanti. Gayanya yang mempesona dan otaknya yang cerdas merupakan keistimewaan Mushab bin Umair yang mampu menyelesaikan banyak persoalan.

Diantara berita yang didengarkannya ialah Rasulullah bersama pengikutnya biasa berkumpul di satu tempat yang jauh dari gangguan orang-orang Quraisy. Yaitu, di bukit Shafa, di rumah Arqam bin Abul Arqam. Dia pun segera mengambil keputusan. Di suatu senja, dia bergegas ke rumah Arqam bin Abul Arqam.

Di rumah itulah Rasulullah bertemu para shahabatnya, mengajarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan melaksanakan shalat.

Mushab masuk dan duduk di sudut ruangan. Dan, di sinilah perubahan akan dimulai. Ayat-ayat Al-Qur’an mulai mengalir dari hati Rasulullah. Bergema melalui kedua bibir beliau. Mengalir menembus telinga, merasuk ke dalam hati.

Mushab terlena, terpesona oleh kalimat-kalimat itu. Dia terbuai, melayang entah ke mana.

Rasulullah mendekatinya, mengusap dada Mushab dengan penuh kasih sayang. Dada yang sedang panas bergejolak itu akhirnya menjadi tenang dan damai, setenang samudra yang dalam.

Setelah itu, hanya dalam waktu yang sangat singkat, pemuda yang telah masuk Islam ini berubah menjadi pemuda yang arif bijaksana. Jauh melebihi usianya. Ditambah lagi dengan semangat dan cita-citanya yang kuat. Semua itulah yang nantinya mampu mengubah perjalanan sejarah.

Khunas binti Malik, ibunda Mushab adalah seorang wanita yang berkepribadian kuat. Ia seorang wanita yang disegani bahkan ditakuti.

Ketika Mushab masuk Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakutinya selain ibunya sendiri. Bahkan, seandainya seluruh Makkah termasuk berhala-berhala, para pembesar dan padang pasirnya berubah menjadi satu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, Mushab tidak akan bergeming sedikitpun. Akan tetapi, jika ibunya yang menjadi penghalang, maka itulah rintangan yang sesungguhnya.

Mushab segera mengambil keputusan untuk merahasiakan keislamannya sampai Allah memberikan keputusan yang terbaik.

Mushab selalu datang ke rumah Arqam menghadiri majelis Rasulullah. Dia merasa bahagia dengan keislamannya. Bahkan, rela jika harus menerima kemarahan ibunya yang sampai saat ini belum mengetahui keislamannya.

Tetapi di kota Makkah tiada rahasia yang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti itu. mata-mata kaum Quraisy berkeliaran di mana-mana. Mengintai setiap gerak dan langkah.

Seorang laki-laki bernama Usman bin Thalhah, di satu waktu, melihat Mushab memasuki rumah Arqam dengan mengendap-endap. Lalu di waktu yang lain melihat Mushab melakukan shalat seperti dilakukan Muhammad dan para shahabatnya.

Akhirnya, berita keislaman Mushab sampai juga ke telinga ibunya.

Saat ini, Mushab berdiridi hadapan ibu dan sanak kerabatnya, serta para pembesar Makkah. Dengan hati mantap dia membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah membersihkan hati para pengikutnya. Mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan; juga kejujuran dan ketaqwaan.

Ketika sang ibu hendak membungkam mulut putranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang bergerak cepat itu jatuh terkulai, saat melihat cahaya yang bergerak cepat itu jatuh terkulai, sat melihat cahaya yang membuat wajah yang berseri itu kian berwibawa dan patut dipindahkan. Cahaya yang menimbulkan ketenangan dan rasa pasrah.

Karena rasa keibuannya, ibunda Mushab tidak jadi memukul putranya. Dia memikirkan cara lain untuk memberi pelajaran kepada putranya yang telah ingkar kepada tuhan-tuhan sesembahannya. Akhirnya, Mushab disekap di satu kamar, dikunci rapat dari luar.

Untuk beberapa lama, Mushab terkurung dalam ruangan itu, hingga dia mendengar bahwa beberapa shahabat Nabi SAW hijrah ke Habasyah. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Mushab. Dengan sedikit strategi dia berhasil mengecoh ibu dan para penjaganya. Ia berhasil lolos dari kurungan, lalu ikut hijrah ke Habasyah.

Dia tinggal bersama saudara-saudaranya sesama muhajirin. Lalu pulang ke Makkah. Kemudian ia pergi lagi hijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya bersama para shahabat atas titah Rasulullah SAW.

Baik di Habasyah maupun di Makkah, keimanan Mushab semakin mantap. Dia menapaki pola hidup baru yang diajarkan oleh teladannya, Muhammad SAW. Mushab sudah mantap kalau sleuruh kehidupannya akan diberikan hanya untuk Sang Pencipta yang Maha Agung.

Pada suatu hari, dia menghampiri kaum muslimin yang sedang duduk di sekeliling Rasulullah SAW. Melihat penampilan Mushab, mereka menundukkan pandangan, bahkan ada yang menangis. Mereka melihat Mushab memakai jubah usang yang bertambal-tambal. Padahal, masih segar dalam ingatan mereka bagaimana penampilannya sebelum masuk Islam. Pakaiannya ibarat bunga di taman, menebarkan aroma wewangian.

Adapun Rasulullah, beliau menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati. Kedua bibirnya tersenyum bahagia dan bersabda.

“Dahulu tiada yang menandingi Mushab dalam mendapatkan kesenangan dari orang tuanya. Lalu smua itu dia tinggalkan demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mushab kepada berhala sesembahannya, dia menghentikan segala pemberian yang biasa diberikan kepada Mushab. Bahkan, dia tidak mengizinkan makanannya dimakan orang yang telah mengingkari berhala-berhala itu, meskipun orang itu adalah anak kandungnya sendiri.

Terakhir kali bertemu Mushab adalah saat hendak mencoba mengurungnya lagi, sewaktu Mushab pulang dari Habasyah. Mushab pun bersumpah dan menyatakan tekadnya untuk membunuh orang-orang ibunya bila rencana itu dilakukan. Mengetahui tekad putranya yang begitu kuat, maka sang ibu membatalkan niatnya. Keduanya berpisah dengan cucuran air mata.

Perpisahan itu memperlihatkan kegigihan luar biasa dalam mempertahankan kekafiran, di pihak sang ibi, dan kegiigihan yang juga luar biasa mempertahankan keimanan, di pihak si anak. Ketika sang ibu mengusirnya dari rumah, “Pergilah sesuka hatimu. Aku bukan ibumu lagi.” Mushab menghampiri ibunya dan berkata, “Wahai Ibu, aku sangat sayang kepada Ibu. Karena itu, bersaksilah bahwa tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

Sang ibu menjawab dengan marah, “Demi bintang-gemintang, aku tidak akan masuk ke dalam agama itu. Otakku bisa rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lain.”

Mushab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang pernah dialaminya, dan memilih hidup miskin serta kekurangan. Pemuda ganteng dan parlente itu, kini hanya mengenakan pakaian yang sangat kasar, sehari makan dan beberapa hari rela menahan lapar. Akan tetapi, jiwanya yang telah dihiasi aqidah suci dan cahaya ilahi, mengubah dirinya menjadi seorang manusia yang lain. Manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani.

Sekarang, Mushab dipilih Rasulullah untuk melakukan tugas sangat penting: menjadi utusan Rasulullah ke Madinah. Tugasnya adalah mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Juga untuk mengajak orang lain menganut agama Islam, dan mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah ke kota itu.

Sebenarnya, di kalangan para shahabat saat itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah SAW dari pada Mushab. Tetapi, Rasulullah memilih Mushab al-Khair. Rasulullah sadar sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas sangat penting kepada pemuda itu. menyerahkan kepadanya masa depan Islam di kota Madinah. Kota yang tak lama lagi akan menjadi kota hijrah, pusat dakwah, tempat berhimpunnya penyebar dan pembela Islam.

Mushab memikul amanah itu dengan bekal kecerdasan dan akhlak mulia yang dikaruniakan Allah kepadanya. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan keikhlasan, dia berhasil memikat hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.

Saat Mushab memasuki Madinah, jumlah orang Islam hanya 12 orang. Yaitu, orang-orang yang telah berbaiat di bukit Aqabah. Hanya dalam beberapa bulan, penduduk Madinah sudah berbondong-bondong masuk Islam.

Pada musim haji berikutnya, kaum muslimin Madinah mengirim rombongan yang mewakili mereka untuk menemui nabi. Mereka berjumlah 70 orang yang dipimpin oleh guru mereka, oleh duta yang dikirim Nabi kepada mereka, yaitu Mushab bin Umair.

Dengan tindakannya yang tepat dan bijaksana, Mushab bin Umair telah membuktikan bahwa Rasulullah SAW tidak salah memilih orang. Mushab benar-benar memahami tugasnya. Ia tahu apa yang harus dilakukan. Ia sadar bahwa tugasnya adalah mengajak manusia untuk menyembah Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Tugasnya seperti tugas Rasulullah: hanya menyampaikan.

Di Madinah, Mushab tinggal sebagai tamu di rumah As’ad bin Zurarah. Dengan didampingi As’ad, ia mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan untuk membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Menyampaikan “bahwa hanya Allah Tuhan yang berhak disembah” dengan sangat hati-hati.

Ia pernah menghadapi peristiwa yang mengancam keselamatan diri dan rekannya itu. tapi, dengan kecerdasan dan kebesaran jiwanya, ia berhasil mengatasinya dengan sangat baik.

Suatu hari, ketika sedang berdakwah di tengah di tengah orang-orang suku Abdul Asyhal, tiba-tiba Usaid bin Hudhair, sang kepala suku muncul dengan menghunus tombak. Usaid muncul dengan kemarahan yang membuncah. Ada orang yang akan menyelewengkan penduduknya dari keyakinan mereka. Mengajak mereka meninggalkan tuhan-tuhan mereka. Mengajak meninggalkan tuhan-tuhan yang tempatnya jelas, bisa didatangi, dan bentuknya kelihatan. Sedangkan Tuhan yang baru itu tidak bisa dilihat dan tidak bisa dijumpai.

Tak ayal lagi, orang-orang Islam yang ada di tempat itu ketakutan. Akan tetapi, Mushab al-Khair tetap tenang dengan air muka yang tidak berubah.

Seakan hendak menerkam, Usaid mendekati Mushab dan As’ad bin Zurarah. Dengan kasar ia berkata, “Apa maksud kalian datang ke kabilah kami ini? Apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini jika tidak ingin nyawa kalian melayang.”

Seperti tenang dan mantapnya samudra, laksana damainya cahaya fajar, terpancarlah ketulusan hati Mushab al-kahir, dab bergeraklah bibirnya mengeluarkan kata-kata menyejukkan, “Mengapa Anda tidak duduk dan mendengarkan terlebih dahulu? Jika nanti Anda tertarik, Anda dapat menerimanya. Dan jika nanti Anda tidak suka, kami akan menghentikan apa yang tidak Anda sukai.”

Allahu akbar! Sungguh awal yang baik, yang tentu berakhir dengan baik pula.

Usaid adalah orang yang bijak. Dan saat ini, ia diajak oleh Mushab u. berbicara dan meminta pertimbangan kepada hati nuraninya sendiri. Ia hanya diminta mendengar. Jika ia suka dengan apa yang dikatakan Mushab, maka ia akan membiarkan Mushab berdakwah. Jika ia tidak suka dengan ajaran Mushab, maka Mushab berjanji akan meninggalkan kabilah dan masyarakatnya untuk mencari tempat dan masyarakat lain. Tidak ada yang dirugikan bukan?

“Baiklah,” kata Usaid. Lalu ia duduk dan meletakkan tombaknya.

Mushab mulai membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan menguraikan dakwah yang dibawa oleh Muhammad SAW. Bacaan dan uraian Mushab mengalir ke telinga Usaid, memasuki dada dan menerangi hati yang ada di dalamnya. Belum usai Mushab membaca dan memberikan uraian, tiba-tiba bibir Usaid bergetar dan berkata, “Alangkah indah kata-kata ini. Tidak ada satu kesalahan pun. Apa yang harus dilakukan orang yang mau masuk agama ini?”

Serentak gema tahlil keluar dari bibir kaum muslimin “Laa ilaaha illallah, Muhammadar rasuulullah.” Tahlil bergema seakan ingin mengguncang dunia.

Mushab berkata, “Hendaklah ia membersihkan pakaian dan badannya, lalu mengucapkan Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullah.”

Usaid meninggalkan mereka beberapa saat, kemudian kembali dan air masih menetes dari rambutnya. Ia berdiri dan mengucapkan “Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullah.”
Berita ini tersebar dengan sangat cepat, secepat cahaya.

Sa’ad bin Mu’adz juga mendatangi Mushab. Setelah mendengar uraian Mushab, ia pun masuk Islam. Setelah itu Sa’ad bin Ubadah juga masuk Islam.

Masuk Islamnya tiga tokoh ini berarti pintu lebar bagi masuk Islamnya penduduk Madinah. Mereka berkata, “Jika Usaid bin Hudhair, Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah sudah masuk Islam, apalagi yang kalian tunggu?! Mari kita menemui Mushab dan menyatakan keislaman kita.” Kata orang, “kebenaran itu terpancar dari setiap kata-katanya.”

Demikianlah duta Rasulullah yang pertama telah mencapai hasil gemilang yang tiada tara. Suatu keberhasilan yang layak diperolehnya…

Beberapa tahun kemudian, Rasulullah bersama para shahabatnya hijrah ke Madinah.

Di pihak lain, orang-orang kafir Quraisy semakin geram. Mereka menyiapkan kekuatan u. melampiaskan dendam mereka terhadap kaum muslimin. Maka, terjadilah perang badar dan kaum kafir Quraisy pun mendapatkan pelajaran pahit yang membuat mereka semakin kalap dan tidak waras. Mereka berusaha menebus kekalahan di Perang Badar itu. Kemudian tibalah perang uhud. Rasulullah berdiri di tengah barisan kaum muslimin, menatap setiap wajah: siapa yang sebaiknya membawa bendera pasukan? Ketika itu, terpilihlah Mushab al-Khair. Ia maju dan membawa bendera pasukan dengan mantap.

Peperangan berkobar dan berkecamuk dengan sengitnya. Pasukan panah kaum muslimin melanggar perintah Rasulullah. Mereka meninggalkan posisi mereka di atas bukit setelah melihat pasukan musuh lari terbirit-birit. Perbuatan mereka itu secepatnya mengubah suasana. Kemenangan berganti kekalahan.

Tanpa diduga pasukan berkuda musuh menyerang pasukan kaum muslimin dari atas bukit. Pasukan Islam pun kalang kabut.

Melihat barisan kaum muslimin porak-poranda, musuh pun mengarahkan serangan ke Rasulullah SAW. Mushab bin Umair menyadari suasana gawat ini. Maka diacungkannya bendera pasukan setinggi-tingginya. Dengan suara kantang ia bertakbir, “Allaahu akbar”. Ia maju, menerjang, berkelebat ke sana kemari mengibaskan pedangnya. Ia ingin mengalihkan serangan musuh yang sedang tertuju kepada Rasulullah SAW. Ia menyerang sendiri, namun terlihat seperti satu pasukan tentara.

Sungguh, walaupun hanya seorang diri, Mushab bertempur laksana sepasukan tentara. Satu tangannya memegang bendera pasukan yang harus terus berkibar, dan tangan satunya lagi menebaskan pedang dengan matanya yang tajam. Jumlah musuh yang dihadapinya Mushab semakin banyak. Mereka semua ingin menginjak-injak mayatnya untuk mencapai Rasulullah.

Marilah kita dengarkan apa yang diceritakan oleh saksi mata. Bagaimana saat-saat terakhir sebelum Mushab bin Umair gugur sebagai syahid.

Ibnu Sa’d menyebutkan bahwa Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil berkata, “Ayahku pernah bercerita begini, ‘Mushab bin Umair adalah pembawa bendera pasukan di Perang Uhud. Tatkala barisan kaum muslimin porak-poranda, Mushab tetap gigih berperang. Seorang tentara berkuda musuh, Ibnu Qamiah menyerangnya dan berhasil menebas tangan kanannya hingga putus. Mushab mengucapkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh para Rasul.”

Lalu, bendera itu ia ambil dengan tangan kirinya dan ia kibarkan. Musuh pun menebas tangan kirinya hingga putus. Mushab membungkuk ke arah bendera pasukan, lalu dengan kedua pangkal tangannya ia mendekap dan mengibarkan bendera itu, sambil mengucapkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh para Rasul.”

Orang berkuda itu menyerangnya lagi dengan tombak, menghunjamkannya ke dada Msuh’ab. Mushab pun gugur, dan bendera pun jatuh’.”

Gugurlah Mushab dan jatuhlah bendera. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada. Ia gugur setelah berjuang dengan gigih. Mengorbankan semua yang dimilikinya demi keimanan dan keyakinannya.

Ia merasa, jika ia gugur, akan sangat terbuka peluang untuk membunuh Rasulullah. Demi cintanya kepada Rasulullah yang tiada terbatas, dan kekhawatiran akan nasib Rasulullah, ia menghibur dirinya setiap kali pedang menebas tangannya, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh para Rasul.”

Kata-kata ini terus ia ulangi. Kata-kata yang kemudian hari menjadi bagian dari ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an yang akan senantiasa dibaca oleh kaum muslimin.

Setelah pertempuran usai, jasad pahlawan gagah berani ini ditemukan terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang suci. Seolah-olah tubuh yang telah kaku itu takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa musibah. Karena itu, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang ditakutinya itu. Atau, ia merasa malu karena telah gugur sebelum bisa memastikan keselamatan Rasulullah dan sebelum ia selesai menunaikan tugasnya dalam membela dan melindungi Rasulullah.

Wahai Mushab cukuplah bagimu Sang Penyayang. Namamu akan selalu dikenang.

Rasulullah bersama para shahabat mengitari setiap sudut medan pertempuran untuk menyampaikan salam perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya Mushab, bercucurlah air mata beliau dengan deras.

Khabbab bin Arat menceritakan, “Bersama Rasulullah, kami hijrah di jalan Allah, untuk mengharap ridha-Nya. Pasti kita mendapat ganjaran di sisi Allah. Diantara kami ada yang lebih dulu meninggal dunia, dan belum menikmati pahalanya di dunia ini sedikitpun. Mushab bin Umair adalah satu dari mereka. Ia gugur di perang Uhud. Tidak ada yang bisa dipakai untuk mengkafaninya kecuali sehelai kain. Jika ditutupkan mulai dari kepalanya, kedua kakinya kelihatan. Jika ditutupkan mulai dari kakinya, kepalanya kelihatan. Maka, Rasulullah bersabda, ‘Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan tutupilah kakinya dengan rumput idzkhir.”

Betapa pun luka pedih dan duka mendalam menimpa Rasulullah karena Hamzah (paman beliau) gugur dan tubuhnya dirusak oleh orang musyrik, hingga bercucuran air mata beliau. Betapa pun penuhnya medan perang dengan jenazah kaum muslimin, di mana mereka semua adalah panji-panji ketulusan, kesucian, dan cahaya. Betapapun semua itu menggoreskan luka mendalam di hati Rasulullah, tapi beliau menyempatkan berhenti sejenak dekat jasad dutanya yang pertama, untuk melepas kepergiannya dan mengeluarkan isi hatinya. Rasulullah berdiri memandangi jasad Mushab bin Umair dengan penuh kasih sayang dan cahaya kesetiaan. Beliau membaca firman Allah,

“Diantara orang-orang mukmin terdapat orang-orang yang telah menepati janji mereka kepada Allah.” (QS. Al-Ahzab : 23)

ada kesedihan di mata beliau ketika melihat kain yang dipergunakan mengkafani Mushab. Beliau bersabda, “Ketika di Makkah dulu, tak seorangpun yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya dari pada kamu. Tetapi sekarang ini, rambutmu kusut, hanya dibalut sehelai burdah.”

Dengan kesayuan, Rasulullah melayangkan pandangan ke semua susut medan perang dan ke arah para syuhada: kawan-kawan Mushab yang terbaring di sana. Lalu beliau bersabda, “Sungguh, pada hari Kiamat kelak, di hadapan Allah, Rasulullah akan menjadi saksi bahwa kalian adalah para syuhada.”

Setelah itu, beliau memandang para shahabat yang masih hidup, dan bersabda, “Hai kalian semua, kunjungilah mereka, dan ucapkanlah salam. Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tak seorang muslim pun, sampai hari Kiamat kelak, yang mengucap salam kepada mereka, kecuali mereka akan membalas salam itu.”

Kami ucapkan salam untukmu, wahai Mushab. [sumber: 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW]

Abdurrahman Bin `Auf ra.

Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam; termasuk kelompok sepuluh yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga; termasuk enam orang shahabat yang bermusyawarah (tim formatur) dalam pemilihan khalifah sesudah Umar bin Khattab Al-Faruq; dan seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selagi beliau masih hidup di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin.

Namanya pada masa jahiliyah ialah Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman. Itulah dia Abdurrahman bin Auf.

Abdurrahman bin Auf masuk Islam sebelum Rasulullah masuk ke rumah Al-Arqam, yaitu dua hari sesudah Abu Bakar masuk Islam. Sama halnya dengan kelompok kaum muslimin yang pertama-tama masuk Islam, Abrurrahman pun tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Tapi dia sabar dan tetap sabar. Pendiriannya teguh dan senantiasa teguh. Dia menghindar dari kekejaman kaum Quraisy, tetapi selalu setia dan patuh membenarkan risalah Muhammad. Kemudian dia turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan kaum Quraisy yang senantiasa menteror mereka.

Tatkala Rasulullah SAW dan para shahabat beliau diizinkan Allah hijrah ke Madinah. Abdurrahman menjadi pelopor orang-orang yang hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya. Dalam perantauan, Rasulullah memeprsaudarakan orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar. Maka, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad ibnu Rabi' Al-Anshary.

Pada suatu hari Sa'ad berkata kepada Abdurrahman, "Wahai saudaraku Abdurrahman! Aku termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah. Hartaku banyak. Saya mempunyai dua bidang kebun yang luas, dan dua orang pembantu. Pilihlah olehmu salah satu diantara kedua kebunku itu, kuberikan kepadamu mana yang kamu sukai. Begitu pula salah seorang diantara kedua pembantuku, akan kuserahkan mana yang kamu senangi, kemudian aku kawinkan engkau dengan dia."

Jawab Abdurrahman, "Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya kepada saudara, kepada keluarga Saudara, dan kepada harta Saudara. Saya hanya akan minta tolong kepada Saudara menunjukkan di mana letaknya pasar di Madinah ini."

Sa'ad menunjukkan pasar tempat berjual beli kepada Abdurrahman. Maka, mulailah Abdurrahman berniaga di sana, berjual beli, berlaba dan merugi. Belum berapa lama dia berdagang terkumpullah uang-uangnya sekedar untuk mahar kawin. Dia datang kepada Rasulullah memakai harum-haruman, beliau menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata, "Wah, alangkah wanginya kamu, hai Abdurrahman."

Kata Abdurrahmah, "Saya hendak kawin, ya Rasulullah."

Tanya Rasulullah, "Apa mahar yang kamu berikan kepada istrimu?"

Jawab Abdurrahman, "Emas seberat biji korma."

Kata Rasulullah, "Adakan kenduri, walalu hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkatimu dalam pernikahan dan harta kamu."

Kata Abdurrahman, "Sejak itu dunia datang menghadap kepadaku (hidupku makmur dan bahagia). Hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka di bawahnya kudapati emas dan perak."

Dalam perang Badar Abdurrahman turut berjihad fi sabilillah, dan dia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, antara lain 'Umair bin 'Utsman bin Ka'ab at-Taimy. Dalam perang Uhud dia tetap teguh berahan di samping Rasulullah, ketika tentara kaum muslimin keluar sebagai pemenang, Abdurrahman mendapat hadiah hadiah sembilan luka parah menganga di tubuhnya, dan dua puluh luka-luka kecil. Walaupun luka kecil, namun diantaranya ada yang sedalam anak jari. Sekalipun begitu perjuangan dan pengorbanan Abdurrahman di medan tempur jauh lebih kecil dibandingkan dengan perjuangan dan pengorbanannya dengan harta benda.

Pada suatu hari Rasulullah berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau berdiri di tengah-tengah para shahabat. Kata beliau, antara lain, "Bersedekahlah tuan-tuan. Saya hendak mengirim suatu pasukan ke medan perang".

Mendengar ucapan Rasulullah tersebut Abdurrahman bergegas pulang ke rumahnya dan cepat pula kembali ke hadapan Rasulullah di tengah-tengah kaum muslimin. Katanya, "Ya, Rasulullah! Saya mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah dan uda ribu saya tinggalkan untuk keluarga saya." Lalu uang yang dibawanya dari rumah diserahkannya kepada Rasulullah dua ribu.

Sabda Rasulullah, "Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan, dan semoga Allah memberkati pula harta yang kamu tinggalkan untuk keluargamu."

Ketika Rasulullah bersiap untuk menghadapi perang Tabuk, beliau membutuhkan jumlah dana dan tentara yang tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh yaitu tentara Rum cukup banyak. Di samping itu Madinah tengah mengalami musim panas. Dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula hewan kendaraan tidak mencukupi. Banyak diantara kaum muslimin yang kecewa sedih karena ditolak Rasulullah menjadi tentara yang akan turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka tidak mencukupi. Mereka yang ditolak itu pulang kembali dengan air mata bercucuran kesedihan, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkannya. Mereka yang tidak diterima itu terkenal dengan nama "Al-Bakhaain", (orang-orang yang menangis). Dan pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan "Jaisyul 'Usrah" (pasukan susah).

Karena itu Rasulullah memerintahkan kaum muslimin mengorbankan harta benda mereka untuk jihad fi sabilillah. Dengan patuh dan setia kaum muslimin memperkenankan seruan Nabi yang mulia. Abdurrahman turut mempelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Maka kata Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah, "Agaknya Abdurrahman berdosa tidak meninggali uang belanja sedikitpun juga untuk istrinya…"

Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, "Adakah engkau tinggalkan untuk uang belanja istrimu?"

Jawab Abdurrahman, "Ada! Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan."

Tanya Rasulullah, "Berapa?"

Jawab Abdurrahman, "Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah."

Pasukan tentara muslimin berangkat ke Tabuk. Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh kaum muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu shalat sudah masuk, Rasulullah terlambat hadir. Maka Abdurrahman bin Auf menjadi imam shalat berjamaah bagi kaum muslimin ketika itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu beliau shalat di belakang Abdurrahman dan mengikutinya sebagai makmum. Apakah lagi yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para Nabi, yaitu Muhammad Rasulullah.

Setelah Rasulullah SAW wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan ummahatul mu'min (para istri Rasulullah). Dia bertanggungjawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu yang mulia itu bila bepergian. Apabila para ibu tersebut pergi haji, Abdurrahman bin Auf ikut pula bersama mereka. Dia yang menaikkan dan menurunkan para ibu itu ke atas haudaj (sedekup) khusus mereka. Itulah salah satu bidang khusus yang ditangani Abdurrahman. Dia pantas bangga dan bahagia dengan tugas dan kepercayaan yang dilimpahkan para ibu orang-orang mukmin kepadanya.

Salah satu bakti yang dibaktikan Abdurrahman kepada ibu-ibu yang mulia, ia pernah membeli sebidang tanah seharga empat ribu dinar. Lalu tanah itu dibagi-bagikannya kepada ibu-ibu orang mukmin, istri Rasulullah. Ketika jatah ibu Aisyah r.a. disampaikan orang kepadanya, ibu yang mulia bertanya, "Siapa yang menghadidahkan tanah itu buat saya?"

"Abdurrahman bin Auf" jawab orang itu.

Kata ibu Aisyah r.a. "Rasulullah SAW pernah bersabda: Tidak ada orang-orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku, kecuali orang-orang yang sabar."

Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf. Semoga Allah senantiasa melimpahkan berkat-Nya kepadanya dan semoga Allah selalu melindunginya sepanjang hidupnya, sehingga Abdurrahman bin Auf menjadi orang terkaya diantara para shahabat. Perniagaannya selalu meningkat dan berkembang. Kafilah dagangnya terus menerus hilir mudik dari dan ke Madinah mengangkut gandum, tepung, minyak, pakaian, barang-barang pecah belah, wangi-wangian, dan segala kebutuhan penduduk.

Pada suatu hari iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman, terdiri dari tujuh ratus unta bermuatan penuh tiba di Madinah. Ya… tujuh ratus ekor unta bermuatan penuh, tidak salah. Semuanya membawa pangan, dandang dan barang-barang lain kebutuhan penduduk. Ketika mereka masuk kota, bumi seolah-olah bergetar. Terdengar suara gemuruh dan hiruk-pikuk. Sehingga ibu Aisyah bertanya, "Suara apa yang hiruk pikuk itu?"

Dijawab orang, "Kafilah Abdurrahman dengan iring-iringan tujuh ratus ekor unta bermuatan penuh membawa pangan dan sandang serta lain-lainnya."

Kata ibu Aisyah r.a.. "Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat. Saya mendengar Rasulullah bersabda: Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkat (karena sudah dekat sekali kepadanya)."

Sebelum menghentikan iring-iringan unta, seorang pembawa berita mengabarkan kepada Abdurrahman berita gembira yang disampaikan ibu Aisyah, bahwa Abdurrahman masuk surga. Serentak mendengar berita itu, bagaikan terbang dia menemui ibu Aisyah. Katanya, "Wahai Ibu, apakah Ibu mendengar sendiri ucapan itu diucapkan Rasulullah?"

Jawab ibu Aisyah, "Ya, saya mendengar sendiri!"

Abdurrahman melonjak kegirangan. Katanya, "Seandainya saya sanggup, aku akan memasukinya dengan berjalan. Sudilah Ibu menyaksikan, kafilah ini dengan seluruh kendaraan dan muatannya kuserahkan untuk jihad fi sabilillah."

Sejak berita yang membahagiakan itu, Abdurrahman pasti masuk surga, maka semangatnya semakin memuncak mengorbankan kekayaannya di jalan Allah. Hartanya dinafkahkannya dengan kedua belah tangan, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, sehingga mencapai 40.000 dirham perak. Kemudian menyusul pula 40.000 dinas emas. Sesudah itu dia bersedekah lagi 200 uqiyah emas lalu diserahkannya pula 500 ekor kuda kepada para pejuang. Sesudah itu 1.500 ekor unta untuk pejuang yang lain. Dan tatkala dia hampir meninggal dunia, dimerdekakannya sejumlah besar budak-budak yang dimilikinya. Kemudian diwasiatkannya supaya memberikan 400 dinar emas kepada masing-masing alumni pejuang perang Badar. Mereka berjumlah seratus orang, dan semua mengambil bagiannya masing-masing. Dia berwasiat pula supaya memberikan hartanya yang paling mulia untuk para ibu-ibu orang mukmin sehingga ibu Aisyah sering mendoakannya, "Semoga Allah memberinya minum dengan minuman dari telaga salsabil."

Di samping itu dia meninggalkan warisan untuk ahli warisnya sejumlah harta yang hampir tak terhitung jumlahnya. Dia meninggalkan kira-kira 1.000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3.000 ekor kambing. Dia beristri empat orang. Masing-masing mendapat pembagian khusus 80.000. Di samping itu masih ada peninggalannya berupa emas dan perak, yang kalau dibagi-bagikan kepada ahli warisnya dengan mengampak, maka potongan-potongannya cukup menjadikan seorang ahli warisnya menjadi kaya raya.

Begitulah karunia Allah SWT kepada Abdurrahman bin Auf, berkat doa Rasulullah kepadanya. Semoga Allah memberkatinya dan memberkati hartanya.

Walaupun begitu kaya rayanya, namun harta kekayannya itu seluruhnya tidak mempengaruhi jiwanya yang penuh iman dan taqwa. Apabila dia berada di tengah-tengah budak-budaknya, orang tidak dapat membedakan diantara mereka, mana yang majikan dan mana yang budak

Pada suatu hari dihidangkan orang kepadanya makanan, padahal ia berpuasa. Dia menengok makanan itu seraya berkata, "Mush'ab bin Umair tewas di medan juang. Dia lebih baik daripada saya. Waktu dikafani, jika kepalanya ditutup, kakinya terbuka. Dan jika kakinya ditutup, terbuka kepalanya. Kemudian Allah memebentangkan dunia ini bagi kita seluas-luasnya. Sesungguhnya saya sangat takut kalau-kalau pahala untuk kita disegerakan Allah dengan memberikannya kepada kita (di dunia ini)."

Sesudah berkata begitu dia menangis tersedu-sedu, sehingga nafsu makannya jadi hilang.

Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan ribuan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Rasulullah SAW yang ucapanyya terbukti benar, telah memberinya kabar gembira dengan surga jannatun naim.

Telah turut mengantarkan jenazahnya ke tempatnya terakhir di dunia, antara lain shahabat yang mulia Sa'ad bin Abi Waqash. Pada shalat jenazahnya turut pula, antara lain Dzun Nurain utsman bin Affan. Kata sambutan saat pemakaman, Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib karamallaahu wajhah.

Dalam kata sambutannya antara lain Ali berkata: "Anda telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan Anda berhasil menundukkan kepalsuan dunia."

Semoga Allah senantiasa merahmati Anda. Amin! [sumber : Kepahlawanan Generasi Shahabat Rasulullah SAW]

Nasehat Umar Bin Khatab ra.

Umar bin Khattab

Pujian adalah penyembelihan

Umar bin Khattab

Jika kamu melihat seseorang yang menyia-nyiakan shalat, demi Allah kepada selain itu ia akan lebih menyia-nyiakan lagi

Umar bin Khattab

Siapa yang menempatkan dirinya pada posisi yang mengundang tuduhan maka jangalah mencela orang yang berprasangka buruk kepadanya

Umar bin Khattab

Siapa yang banyak tertawa maka sedikit kewibawaannya, siapa yang bersenda gurau maka akan dianggap enteng, dan siapa yang sedikit wara’nya maka telah mati hatinya

Umar bin Khattab

Kalian harus melakukan dzikrullah karena sesungguhnya ia merupakan penawar, dan janganlah kamu mengingat manusia karena sesungguhnya ia merupakan penyakit

Umar bin Khattab

Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezeki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar.

Umar bin Khattab

Barangsiapa menempatkan dirinya di tempat yang dapat menimbulkan persangkaan, maka janganlah menyesal kalau orang menyangka buruk kepadanya

Umar bin Khattab

Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata lemah-lembut

Umar bin Khattab

Memfasih-fasihkan perkataan itu termasuk kefasihan syetan

Umar bin Khattab

Orang yang paling berjaya diantara kalian adalah orang yang terhindar dari ambisi, nafsu dan amarah

Umar bin Khattab

Apabila engkau melihat seorang ulama mencintai dunia, maka ketahuilah bahwa ia tidak mengetahui agama, karena seseorang akan berkecimpung pada sesuatu yang dicintainya

Umar bin Khattab

Barangsiapa yang jernih hatinya, akan diperbaiki Allah pula pada yang nyata di wajahnya.

Umar bin Khattab

Dalam keadaan bagaimanapun jika kalian mencari kemuliaan selain dari Allah Swt.., maka Allah Swt.., akan menjadikan kalian hamba yang hina.

Umar bin Khattab

Apabila orang ‘alim tergelincir maka tergelincirlah alam makhluk

Umar bin Khattab

Barangsiapa yang memperindah diri karena manusia, dengan sesuatu yang tidak disukai Allah, niscaya Allah akan membuka aibnya dan merendahkan perbuatannya itu.

Umar bin Khattab

Belajarlah ilmu dan belajarlah tawadhu’ dan santun kepada ilmu

Umar bin Khattab

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.

Umar bin Khattab

Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku.

Umar bin Khattab

Orang yang yang paling kami cintai diantara orang-orang yang tidak kami lihat adalah orang yang paling baik namanya, apabila kami melihat kalian maka orang yang paling kami cintai diantara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya, apabila kami telah menguji kalian maka orang yang paling kami cintai diantara kalian adalah orang yang paling jujur ucapannya dan paling besar amanatnya

Umar bin Khattab

Janganlah Anda melibatkan diri pada sesuatu yang tidak bermanfaat bagi Anda, hindarilah musuh Anda, dan hati-hatilah dalam berteman kecuali dengan orang yang terpercaya, tidak ada orang yang terpercaya kecuali orang yang takut kepada Allah. Janganlah Anda berteman dengan orang yang durhaka karena Anda akan belajar dari kedurhakaannya, janganlah Anda memberitahukan rahasia Anda kepadanya, dan musyawarahkan urusan Anda dengan orang-orang yang takut kepada allah

Umar bin Khattab

Janganlah kamu belajar ilmu karena tiga hal dan jangan pula kamu meninggalkannya karena tiga hal : janganlah kamu mempelajarinya untuk berdebat, untuk membanggakannya atau untuk pamrih, janganlah kamu meninggalkannya karena malu mencarinya, karena zuhud darinya, atau karena rela tidak mengetahuinya

Umar bin Khattab

Kehidupan yang terbaik kami dapatkan dengan sabar. Jika sabar itu ada pada seseorang, pasti ia tergolong orang dermawan

Umar bin Khattab

Tamak adalah kemiskinan, dan kepuasan adalah kekayaan. Barangsiapa yang memutuskan harapan terhadap apa yang menjadi milik orang lain, maka ia tidak akan berhajat kepadanya

Umar bin Khattab

Siapa yang bertaqwa kepada Allah tidak akan melampiaskan kemarahannya, dan siapa yang takut kepada Allah tidak akan berbuat sekehendaknya

Umar bin Khattab

Hindarilah dirimu dari makan kenyang, karena yang demikian itu menyebabkan perasaan berat ketika hidup, dan menjadi kotoran yang berbau pada waktu mati.

Karakter Umar Bin Khatab ra.

Menjalankan Pemerintahan
Pada suatu hari, Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a naik mimbar dan berkhutbah, "Wahai, kaum muslimin! Apakah tindakanmu apabila aku memiringkan kepalaku ke arah dunia seperti ini?" (lalu beliau memiringkan kepalanya). Seorang sahabat menghunus pedangnya. lalu, sambil mengisyaratkan gerakan memotong leher, ia berkata, "Kami akan melakukan ini." Umar bertanya, "maksudmu, kau akan melakukannya terhadapku?" Orang itu menjawab, "Ya!" lalu Amirul Mukminin berkata, "Semoga Allah memberimu rahmat! Alhamdulillah, yang telah menjadikan di antara rakyatku orang apabila aku menyimpang dia meluruskan aku."

Menentang Pemborosan
Umar bin Khattab r.a mendengar bahwa salah seorang anaknya membeli cincin bermata seharga seribu dirham. ia segera menulis surat teguran kepadanya dengan kata-kata sebagai berikut: "Aku mendengar bahwa engkau membeli cincin permata seharga seribu dirham. Kalau hal itu benar, maka segera juallah cincin itu dan gunakan uangnya untuk mengenyangkan seribu orang yang lapar, lalu buatlah cincin dari besi dan ukirlah dengan kata-kata, "Semoga Allah merahmati orang yang mengenali jati dirinya."

Khalifah Umar Meminjam Uang
Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab r.a membutuhkan uang untuk keperluan pribadi. ia menghubungi Abdurrahman bin 'Auf, sahabat yang tergolong kaya, untuk meminjam uang 400 dirham. Abdurrahman bertanya, "mengapa engkau meminjam dari saya? Bukankah kunci baitul maal (kas negara) ada di tanganmu? mengapa engkau tidak meminjam dari sana?" Umar r.a menjawab, Aku tidak mau meminjam dari baitul maal. Aku takut pada saat maut merenggutku, engkau dan segenap kaum muslimin menuduhku sebagai pemakai uang baitul maal. Dan kalau hal itu terjadi, di akhirat amal kebajikanku pasti dikurangi. Sedangkan kalau aku meminjam dari engkau, jika aku meninggal sebelum aku melunasinya, engkau dapat menagih utangku dari ahli warisku."

Umar Mengakui Kesalahan
Saat itu Umar bin Khattab r.a sedang berkhutbah," Jangan memberikan emas kawin lebih dari 40 uqiyah (1240 gram). Barangsiapa melebihkannya maka kelebihannya akan kuserahkan ke baitul maal." Dengan berani, seorang wanita menjawab,"Apakah yang dihalalkan Allah akan diharamkan oleh Umar? Bukankah Allah berfirman,......sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka sejumlah harta, maka janganlah kamu mengambil dari padanya sedikitpun.........(An Nisaa':20) Umar berkata," Benar apa yang dikatakan wanita itu dan Umar salah."

Memutuskan Perkara
Seorang wanita mengadu kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a, bahwa ia diperkosa. Karena ia melawan dan memberontak, maka air mani lelaki tersebut tertumpah dan mengotori pakaiannya. Sebagai barang bukti, diperlihatkannya pakaiannya yang terkena tumpahan cairan putih. Umar r.a. tidak segera percaya terhadap wanita itu. Ia meminta pendapat Ali bin Abi Thalib r.a. Ali r.a berkata, "Sirami tumpahan putih itu dengan air panas. Kalau bercak itu membeku, maka itu pasti putih telur. Dan kalau ia hilang dan lumat bersama air, maka itu adalah air mani." Ketika bercak itu disiram air panas, ternyata ia membeku. Umar r.a dan Ali r.a pun memutuskan bahwa pengaduan wanita itu palsu. Umar r.a. berkata kepada wanita itu, " Bertakwalah kamu kepada Allah, wahai wanita! Pengaduanmu ternyata bohong dan tuduhanmu palsu."

(sumber = milist daarut-tauhiid)

Kitab Al-Muwatta' Karya Imam Malik

Kata kunci: al-Muwatta’, Imam-Malik, Kitab hadis, Kitab Fiqih

I. Pendahuluan

Artikel ini akan memaparkan secara garis besar salah satu kitab hadis tertua produk abad ke-2 H., al-Muwat}t}a’, dengan memfokuskan dua materi bahasan. Pertama, tentang biografi Imam Malik yang mencakup identitas, kepribadian, guru-guru dan murid-murid serta buah karya imam malik dalam keilmana. Kedua, tentang kitab al-Muwatt{a{’ itu sendiri yang meliputi beberapa aspek yakni latar belakang penyusunan, penamaan, isi, sistematika, metode, kualitas hadis-hadisnya, pendapat para ulama serta kritikan para orientalis terhadap karya tersebut.

Dengan kupasan dua fokus kajian di dalam artikel ini diharapkan dapat mengantarkan kepada para pembaca untuk lebih jauh menelusuri dan mencermati kitab ¬al-Muwat}t}a’ lebih dalam lagi.


II. Sekilas Biografi Imam Ma>lik

A. Nama dan Nasab serta tahun kelahirannya

Imam Malik yang memiliki nama lengkap Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani. Kunyah-nya Abu Abdullah, sedang laqab-nya al-Asbahi, al-Madani, al-Faqih, al-Imam Da>r al-Hijrah, dan al-Humairi. Dengan melihat nasab Imam Ma>lik, beliau memiliki silsilah yang sampai kepada tabi’in besar (Malik) dan kakek buyut (Abu Amir) seorang sahabat yang selalu mengikuti dalam peperangan pada masa Nabi.

Imam Malik dilahirkan di kota Madinah, dari sepasang suami-istri Anas bin Malik dan Aliyah binti Suraik, bangsa Arab Yaman. Ayah Imam Malik bukan Anas bin Malik sahabat Nabi, tetapi seorang tabi’in yang sangat minim sekali informasinya. Dalam buku sejarah hanya mencatat, bawa ayah Imam Ma>lik tinggal di suatu tempat bernama Zulmarwah, nama suatu tempat di padang pasir sebelah utara Madinah dan bekerja sebagai pembuat panah. Sedang kakeknya, memiliki kunyah Abu Anas adalah tabi’in besar yang banyak meriwayatkan hadis dari Umar, Talhah, Aisyah, Abu Hurairah dan Hasan bin Abi Sabit; termasuk penulis mushaf Usmani serta termasuk orang yang mengikuti penaklukan Afrika pada masa khalifah Usman.

Tentang tahun kelahirannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para sejarawan. Ada yang menyatakan 90 H, 93 H, 94 H dan adapula yang menyatakan 97 H. Tetapi mayoritas sejarawan lebih cenderung menyatakan beliau lahir tahun 93 H pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik ibn Marwan dan meninggal tahun 179 H.

Imam Ma>lik menikah dengan seorang hamba yang melahirkan 3 anak laki-laki (Muhammad, Hammad dan Yahya) dan seorang anak perempuan (Fatimah yang mendapat julukan Umm al-Mu’mini>n). Menurut Abu Umar, Fatimah temasuk di antara anak-anaknya yang dengan tekun mempelajari dan hafal dengan baik Kitab al-Muwat}t}a’.

B. Pribadinya

Imam Malik memiliki budi pekerti yang luhur, sopan, lemah lembut, suka menolong orang yang kesusahan, dan suka berderma kepada fakir miskin. Beliau juga termasuk orang yang pendiam, tidak suka membual dan berbicara seperlunya, sehinga dihormati oleh banyak orang.

Namun di balik kelembutan sikapnya, beliau memiliki kepribadian yang sangat kuat, dan kokoh dalam pendirian. Beberapa hal yang bisa menjadi bukti adalah: Pertama, penolakan Imam Malik untuk datang ke tempat penguasa (istana), Khalifah Harun ar-Rasyid, dan menjadi guru bagi keluarga mereka. Bagi Imam Malik semua orang yang membutuhkan ilmu harus datang kepada guru dan ilmu tidak mendatangi muridnya serta tidak perlu secara eksklusif disendirikan, meski mereka adalah penguasa. Kedua, Imam Malik pernah dicambuk 70 kali oleh Gubernur Madinah Ja’far ibn Sulaiman ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas, paman dari Khalifah Ja’far al-Mansur, karena menolak mengikuti pandangan Ja’far ibn Sulaiman. Bahkan dalam sebuah riwayat diceritakan Imam Ma>lik didera dengan cemeti, sehingga tulang punggungnya hampir putus dan keluar dari lengannya dan tulang belakangnya hampir remuk. Setelah itu beliau diikat di atas punggung unta dan diarak keliling Madinah, supaya beliau malu dan mau mencabut fatwa-fatwanya yang berbeda dengan penguasa, tetapi Imam Ma>lik tetap menolaknya. Ketiga, meski tiga Khalifah (Ja’far al-Mansur (131-163 H); al-Mahdi (163-173 H); dan Harun al-Rasyid (173-197 H) telah meminta Imam Ma>lik menjadikan al-Muwat}t}a’ sebagai Kitab resmi negara, namun tiga kali pula Imam Ma>lik menolak permintaan mereka.

C. Guru-guru, murid-murid dan karya-karyanya

1. Guru-gurunya

Sejak kecil atas dukungan orang tuanya, khususnya ibunya, beliau berguru kepada para ulama di Madinah. Beliau tidak pernah berkelana keluar dari Madinah. Karena, kota Madinah pada masa itu adalah pusat Ilmu Pengetahuan Agama Islam, dan karena di tempat inilah banyak tabi’in yang berguru dari sahabat-sahabat Nabi dan banyak ulama dari berbagai penjuru dunia berdatangan untuk berguru dan bertukar pikiran. Imam Ma>lik pernah belajar kepada 900 guru, 300 di antaranya dari golongan tabi’in dan 600 orang dari kalangan tabi’it tai’in. Menurut Amin al-Khulli, di antara guru-gurunya yang terkemuka adalah:

(a) Rabi’ah ar-Ra’yi bin Abi Abdurrahman Furuh al-Madani (w. 136 H). Rabi’ah adalah guru Imam Malik pada waktui kecil, yang mengajari Imam Malik tentang Ilmu Akhlak, Ilmu Fiqh dan Ilmu Hadis. Ada 12 riwayat hadis yang diriwayatkan, dengan perincian lima musnad dan satu mursal.

(b) Ibnu Hurmuz Abu Bakar bin Yazid (w. 147 H). Imam Malik berguru kepada Hurmuz selama kurang lebih 8 tahun dalam Ilmu Kalam, Ilmu I’tiqad dan Ilmu Fiqh dan mendapatkan 54-57 hadis darinya.

(c) Ibnu Syihab al-Zuhri (w. 124 H), Imam Malik meriwayatkan 132 hadis darinya, dengan rincian 92 hadis musnad dan yang lainnya mursal.

(d) Nafi’ ibn Surajis Abdullah al-Jaelani (w. 120 H). Dia adalah pembantu keluarga Abdullah ibn Umar dan hidup masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Riwayat Imam Ma>lik darinya adalah riwayat yang paling sahih sanadnya. Imam Malik mendapat 80 hadis lebih dari Nafi’.

(e) Ja’far Sadiq ibn Muhammad ibn Ali al-Husain ibn Abu Talib al-Madani. (w. 148 H). Beliau adalah salah seorang imam isna asy’ariyyah, ahlul bait dan ulama besar. Imam Malik berguru fiqh dan hadis kepadanya dan mengambil sembilan hadis darinya dalam bab manasik.

(f) Muhammad ibn al-Munkadir ibn al-Hadiri al-Taimy al-Qurasyi (w. 131 H). Beliau adalah saudara dari Rabi’ah al-Ra’yi, ahli fiqh Hijaz dan Madinah, ahli hadis dan seorang qari` yang tergolong sayyidat al-qura.

2. Murid-muridnya

Murid-murid Imam Malik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok:

(One) Dari kalangan Tabi’in di antaranya Sufyan al-Sauri, al-Lais bin Sa’id, Hammad ibn Zaid, Sufyan ibn Uyainah, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Syarik ibn Lahi’ah, dan Ismail ibn Khatir

(Two) Dari Kalangan Tabi’it-tabi’in adalah al-Zuhri, Ayub al-Syahkhtiyani, Abul Aswad, Rabi’ah ibn Abd al-Rahman, Yahya ibn Sa’id al-Ansari, Musa ibn ‘Uqbah dan Hisyam ibn ‘Urwah.

(Three) Bukan Tabi’in: Nafi’ibn Abi Nu’aim, Muhammad ibn Aljan, Salim ibn Abi ‘Umaiyah, Abu al-Nadri, Maula Umar ibn Abdullah, al-Syafi’i, dan Ibn Mubarak.

3. Karya-karyanya

Di antara karya-karya Imam Malik adalah: (a) al-Muwat}t}a’, (b) Kitab Aqdiyah, (c) Kitab Nujum, Hisab Madar al-Zaman, Manazil al-Qamar, (d) Kitab Mana>sik, (e) Kitab Tafsir li Garib al-Qur’an, (f) Ahkam al-Qur’an, (g) al-Mudawanah al-Kubra, (h)Tafsir al-Qur’an (i) Kitab Masa’Islam (j) Risalah ibn Matruf Gassan (k) Risalah ila al-Lais, (l) Risalah ila ibn Wahb. Namun, dari beberapa karya tersebut yang sampai kepada kita hanya dua yakni, al-Muwat}t}a’ dan al-Mudawwanah al-Kubra.

D. Wafat Imam Malik

Sebagaimana tahun kelahirannya, ada beberapa versi tentang waktu meninggalnya Imam Ma>lik. Ada yang berpendapat tanggal 11, 12, 13, 14 bulan Rajab 179 H dan ada yang berpendapat 12 Rabi’ul Awwal 179 H. Di antara pandangan yang paling banyak diikuti adalah pendapat Qadi Abu Fadl Iyad yang menyatakan bahwa Imam Malik meninggal pada hari Ahad 12 Rabi’ul Awwal 179 H dalam usia 87 tahun, setelah satu bulan menderita sakit. Beliau dikebumikan di kuburan Baqi’. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan pakaianya yang putih dan dishalatkan di tempat meninggalnya. Dengan meninggalnya Imam Ma>lik, berkurang satu tokoh dan ulama besar Madinah.


III. Mengenal Kitab Al-Muwat}t}a’

A. Latar Belakang Penyusunan

Ada beberapa versi yang mengemuka mengenai latar belakang penyusunan al-Muwat}t}a’. Menurut Noel J. Coulson problem politik dan sosial keagamaan-lah yang melatarbelakangi penyusunan al-Muwat}t}a’. Kondisi politik yang penuh konflik pada masa transisi Daulah Umayyah-Abasiyyah yang melahirkan tiga kelompok besar( Khawarij, Syi’ah-Keluarga Istana) yang mengancam integritas kaum Muslim. Di samping kondisi sosial keagamaan yang berkembang penuh nuansa perbedaan. Perbedaan-perbedaan pemikiran yang berkembang (khususnya dalam bidang hukum) yang berangkat dari perbedaan metode nash di satu sisi dan rasio di sisi yang lain, telah melahirkan pluratis yang penuh konflik.

Versi yang lain menyatakan penulisan al-Muwatta’ dikarenakan adanya permintaan Khalifah Ja’far al-Mansur atas usulan Muhammad ibn al-Muqaffa’ yang sangat prihatin terhadap perbedaan fatwa dan pertentangan yang berkembang saat itu, dan mengusulkan kepada Khalifah untuk menyusun undang-undang yang menjadi penengah dan bisa diterima semua pihak. Khalifah Ja’far lalu meminta Imam Malik menyusun Kitab hukum sebagai Kitab standar bagi seluruh wilayah Islam. Imam Malik menerima usulan tersebut, namun ia keberatan menjadikannya sebagai kitab standar atau kitab resmi negara.

Sementara versi yang lain, di samping terinisiasi oleh usulan Khalifah Ja’far al-Mansur, sebenarnya Imam Malik sendiri memiliki keinginan kuat untuk menyusun kitab yang dapat memudahkan umat Islam memahami agama.

B. Penamaan Kitab

Tentang penamaan kitab al-Muwat}t}a’ adalah orisinil berasal dari Imam Ma>lik sendiri. Hanya saja tentang mengapa kitab tersebut dinamakan dengan al-Muwat}t}a’ ada beberapa pendapat yang muncul:

Pertama, sebelum kitab itu disebarluaskan Imam Ma>lik telah menyodorkan karyanya ini di hadapan para 70 ulama Fiqh Madinah dan mereka menyepakatinya. Dalam sebuah riwayat al-Suyuti menyatakan: “Imam Ma>lik berkata, Aku mengajukan kitabku ini kepada 70 ahli Fiqh Madinah, mereka semua setuju denganku atas kitab tersebut, maka aku namai dengan .

Kedua, pendapat yang menyatakan penaman al-Muwat}t}a’, karena kitab tersebut “memudahkan” khalayak umat Islam dalam memilih dan menjadi pegangan hidup dalam beraktivitas dan beragama.

Ketiga, pendapat yang menyatakan penaman al-Muwat}t}a’, karena kitab al-Muwat}t}a’ merupakan perbaikan terhadap kitab-kitab fiqh sebelumnya.

C. Isi Kitab

Kitab ini menghimpun hadis-hadis Nabi, pendapat sahabat, qaul tabi’in, Ijma’ ahlul Madinah dan pendapat Imam Ma>lik.

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah hadis yang terdapat dalam al-Muwatta’;

a. Ibnu Habbab yang dikutip Abu Bakar al-A’rabi dalam Syarah al-Tirmizi menyatakan ada 500 hadis yang disaring dari 100.000 hadis

b. Abu Bakar al-Abhari berpendapat ada 1726 hadis dengan perincian 600 musnad, 222 mursal, 613 mauquf dan 285 qaul tabi’in.

c. Al-Harasi dalam “Ta’liqah fi al-Usul” mengatakan Kitab Malik memuat 700 hadis dari 9000 hadis yang telah disaring

d. Abu al-Hasan bin Fahr dalam “Fada’il” mengatakan ada 10.000 hadis dalam kitab al-Muwat}t}a’.

e. Arnold John Wensinck menyatakan dalam al-Muwat}t}a’ ada 1612 hadis

f. Muhammad Fu’ad Abdul Baqi mengatakan “Kitab al-Muwat}t}a’ berisi 1824 hadis”.

g. Ibnu Hazm berpendapat, dengan tanpa menyebutkan jumlah persisnya, 500 lebih hadis musnad, 300 lebih hadis mursal, 70 hadis lebih yang tidak diamalkan Imam Malik dan beberapa hadis dha’if.

h. M. Syuhudi Ismail menyatakan “Kitab al-Muwatta’ hadisnya ada 1804”.

Perbedaan pendapat ini terjadi karena perbedaan sumber periwayatan di satu sisi dan perbedaan cara penghitingan. Ada ulama hadis yang hanya menghitung hadis berdasar jumlah hadis yang disandarkan kepada nabi saja, namun adapula yang menghitung dengan menggabungkan fatwa sahabat, fatwa tabi’in yang memang termaktub dalam al-Muwat}t}a’.

Menurut al-Suyuti, lebih dari seribu orang yang meriwayatkan al-Muwat}t}a’, dan banyak naskah tentang itu. Namun yang terkenal adalah 14 naskah menurut al-Suyuti, dan menurut al-Kandahlawi ada 16 naskah, sedang menurut Qadi Iyad ada 20 naskah, meski ada yang berpendapat ada 30 naskah. Di antara naskah itu adalah:

a. Naskah Yahya bin Yahya al-Masmudi al-Andalusi (w. 204 H). Beliaulah yang pertama kali mengambil al-Muwat}t}a’ dari Yazid bin ‘Abdurrahman bin Ziyad al-Lahmi (al-Busykatun) dan pembawa mazhab Maliki di Andalusia

b. Naskah ibn Wahb (w. 197 H)

c. Naskah Abu Ubaidillah Abd al-Rahman bin al-Qasim ibn Khalid al-Misri (w. 191 H)

d. Naskah Abu Abd al-Rahman Abdullah bin Musalamah bin Qa’nabi al-Harisi (w.221 H).

e. Naskah Abdullah bin Yusuf al-Dimsyqi Abu Muhammad at-Tunaisi (w. 217 H)

f. Naskah Mu’an al-Qazzazi (w. 198 H);

g. Naskah Sa’id bin ‘Uffair (w. 226 H)

h. Naskah Ibn Bukair (w. 231 H)

I. Naskah Abu Mas’ab Ahmad bin Abu Bakr al-Qasim az-Zuhri (w. 242 H)

j. Naskah Muhammad ibn al-Mubarak al-Quraisyi (w. 215 H).

k. Naskah Musa’ab ibn Abdullah al-Zubairi (w. 215 H).

l. Naskah Suwaid ibn Zaid Abi Muhammad al-Harawi (w. 240 H)

m. Naskah Muhammad ibn al-Hasan al-Syaibani (w. 179 H)

n. Naskah Yahya bin Yahya al-Taimi (w. 226 H)

o. Naskah Abi Hadafah al-Sahmi (w. 259 H)

Di antara naskah-naskah tersebut, riwayat Yahya bin Yahya al-Andalusi yang paling populer.

Ada perbedaan pendapat yang berkembang ketika dihadapkan pada pertanyaan apakah kitab al-Muwat}t}a’ ini kitab fiqih an-sich, Kitab Hadis an-sich atau Kitab Fiqh sekaligus kitab Hadis. Menurut Abu Zahra , al-Muwat}t}a’ adalah kitab Fiqh, argumen yang dipeganginya; Tujuan Malik mengumpulkan hadis adalah untuk melihat fiqh dan undang-undangnya bukan keshahihannya dan Ma>lik menyusun kitabnya dalam bab-bab bersistematika fiqh.

Senada dengan Abu Zahra, Ali Hasan Abdul Qadir juga melihat al-Muwat}t}a’sebagai kitab fiqh dengan dalil hadis. Sebab tradisi yang dipakai adalah tradisi kitab fiqh yang seringkali hanya menyebut sebagian sanad atau bahkan tidak menyebut sanadnya sama sekali adalah dalam rangka kepraktisan/keringkasan.

Sedang menurut Abu Zahwu kitab ini bukan semata-mata kitab Fiqh, tetapi sekaligus kitab hadis, karena sistematika fiqh juga dipakai dalam kitab-kitab hadis yang lain, di samping Imam Ma>lik sesekali juga mengadakan kritik melalui pendapat beliau dalam mengomentari sebuah riwayat hadis, dan juga menggunakan kriteria-kriteria dalam menseleksi hadisnya.

D. Sistematika Kitab

Kitab al-Muwat}t}a’ adalah kitab hadis yang bersistematika Fiqh. Berdasar kitab yang telah di-tahqiq oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi, kitab al-Muwat}t}a’ terdiri dari 2 juz, 61 kitab (bab) dan 1824 hadis. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:

Juz I : (1) Waktu-waktu Shalat, 80 tema, 30 hadis, (2) Bersuci, 32 tema, 115 hadis, (3) Shalat, delapan tema, 70 hadis, (4) Lupa dalam Shalat, satu tema, tiga hadis, (5) Shalat Jum’at, 9 tema, 21 hadis, (6) Shalat pada bulan Romadlan, dua tema, tujuh hadis, (7) Shalat Malam, lima tema, 33 hadis, (8) Shalat Jama’ah, 10 tema, 38 hadis, (9) Mengqashar Shalat dalam perjalanan, 25 tema, 95 hadis, (10) Dua hari raya, tujuh tema, 13 hadis, (11) Shalat dalam keadaan takut, satu tema, empat hadis, (12) Shalat gerhana matahari dan bulan, dua tema, empat hadis, (13) Shalat minta hujan, tiga tema, enam hadis, (14) Menghadap qiblat, enam tema, 15 hadis, (15) Al-Qur’an, 10 tema, 49 hadis, (16) Shalat Mayat, 16 tema, 59 hadis, (17) Zakat, 30 tema, 55 hadis, (18) Puasa, 22 tema, 60 hadis, (19) I’tikaf, 8 tema, 16 hadis, (20) Haji, 83 tema, 255 hadis.

Juz II: (21) Jihad, 21 tema, 50 hadis, (22) Nadhar dan sumpah, 9 tema, 17 hadis (23) Qurban, enam tema, 13 hadis, (24) Sembelihan, empat tema, 19 hadis, (25) Bintang buruan, tujuh tema, 19 hadis, (26) Aqiqah, dua tema, tujuh hadis, (27) Faraid, 15 tema, 16 hadis, (28) Nikah, 22 tema, 58 hadis, (29) Talaq, 35 tema, 109 hadis, (30) Persusuan, tiga tema, 17 hadis, (31) Jual beli, 49 tema, 101 hadis, (32) Pinjam meminjam, 15 tema, 16 hadis, (33) Penyiraman, dua tema, tiga hadis, (34) Menyewa tanah, satu tema, lima hadis, (35) Syufa’ah, dua tema, empat hadis, (36) Hukum, 41 tema, 54 hadis, (37) Wasiyat, 10 tema, sembilan hadis, (38) Kemerdekaan dan persaudaraan, 13 tema, 25 hadis (39) Budak Mukatabah, 13 tema, 15 hadis, (40) Budak Mudharabah, tujuh tema, delapan hadis, (41) Hudud, 11 tema, 35 hadis, (42) Minuman, lima tema, 15 hadis, (43) Orang yang berakal, 24 tema, 16 hadis, (44) Sumpah, lima tema, dua hadis, (45) al-Jami’, tujuh tema, 26 hadis, (46) Qadar, dua tema, 10 hadis, (47). Akhlak yang baik, empat tema, 18 hadis, (48) Memakai pakaian, delapan tema, 19 hadis, (49) Sifat Nabi SAW., 13 tema, 39 hadis, (50) Mata, tujuh tema, 18 hadis, (51) Rambut, lima tema, 17 hadis, (52) Penglihatan, dua tema, tujuh hadis, (53) Salam, tiga tema, delapan hadis, (54) Minta izin, 17 tema, 44 hadis, (55) Bai’ah, satu tema, tiga hadis, (56) Kalam, 12 tema, 27 hadis, (57) Jahannam, satu tema, dua hadis, (58) Sadaqah, tiga tema, 15 hadis, (59) Ilmu, satu tema, satu hadis, (60) Dakwah orang yang teraniaya, satu tema, satu hadis, (61) Nama-nama Nabi SAW., satu tema, satu hadis.


E. Metode Kitab dan Kualitas Hadis-hadisnya

Secara eksplisit, tidak ada pernyataan yang tegas tentang metode yang dipakai Imam Malik dalam menghimpun kitab al-Muwat}t}a’. Namun secara implisit, dengan melihat paparan Imam Malik dalam kitabnya, metode yang dipakai adalah metode pembukuan hadis berdasar klasikikasi hukum Islam (abwa>b fiqhiyyah) dengan mencantumkan hadis marfu>’ (berasal dari Nabi), mauqu>f (berasal dari sahabat) dan maqt}u>’ (berasal dari tabi’in). Bahkan bukan hanya itu, kita bisa melihat bahwa Imam Malik menggunakan tahapan-tahapan berupa (a) penseleksian terhadap hadis-hadis yang disandarkan kepada Nabi, (b) Atsar/fatwa sahabat,. © fatwa tabi’in, (d) Ijma’ ahli Madinah dan (e) pendapat Imam Malik sendiri.

Meskipun kelima tahapan tersebut tidak selalu muncul bersamaan dalam setiap pembahasannya, urutan pembahasan dengan mendahulukan penulusuran dari hadis Nabi yang telah diseleksi merupakan acuan pertama yang dipakai Imam Ma>lik, sedangkan tahapan kedua dan seterusnya dipaparkan Imam Malik tatkala menurutnya perlu untuk dipaparkan.

Dalam hal ini empat kriteria yang dikemukakan Imam Ma>lik dalam mengkritisi periwayatan hadis adalah: (a) Periwayat bukan orang yang berperilaku jelek (b) Bukan ahli bid’ah (c) Bukan orang yang suka berdusta dalam hadis (d) Bukan orang yang tahu ilmu, tetapi tidak mengamalkannya.

Meskipun Imam Ma>lik telah berupaya seselektif mungkin dalam memfilter hadis-hadis yang diterima untuk dihimpun, tetap saja para ulama hadis berbeda pendapat dalam memberikan penilaian terhadap kualitas hadis-hadisnya:

a. Sufyan ibn ‘Uyainah dan al-Suyuti mengatakan, seluruh hadis yang diriwayatkan Imam Ma>lik adalah shahih, karena diriwayatkan dari orang-orang yang terpercaya

b. Abu Bakar al-Abhari berpandangan tidak semua hadis dalam al-Muwat}t}a’ sahih, 222 hadis mursal, 623 hadis mauqu>f dan 285 hadis maqt}u>’.

c. Ibn Hajar al-’Asqalani menyatakan bahwa hadis-hadis yang termuat dalam al-Muwat}t}a’ adalah sahih menurut Imam Malik dan pengikutnya.

d. Ibn Hazm dalam penilaiannya yang termaktub dalam Mara>tib al-Diyanah, ada 500 hadis musnad, 300 hadis mursal dan 70 hadis dha’if yang ditinggalkan Imam Malik. Sedang menurut Ibn Hajar di dalamnya ada hadis yang mursal dan munqati’.

e. al-Gafiqi berpendapat dalam al-Muwatta ada 27 hadis mursal dan 15 hadis mauquf.

f. Hasbi ash-Shiddiqi menyatakan dalam al-Muwat}t}a’ ada hadis yang sahih, hasan dan da’if.

Meskipun dalam al-Muwat}t}a’ tidak semuanya shahih, ada yang munqati’, mursal dan mu’dal. Banyak ulama hadis berikutnya yang mencoba mentakhrij dan me-muttasil-kan hadis-hadis yang munqati’, mursal dan mu’dal seperti Sufyan ibn Uyainah, Sufyan al-Sauri, dan Ibn Abi Dzi’bi. Dalam pandangan Ibnu Abdil Barr dari 61 hadis yang dianggap tidak muttasil semuanya sebenarnya musnad dengan jalur selain Malik, yakni:

أنه بلغنى أن رسول الله ص.م قال: إنى لأنسى أو أنسى

“Seseorang telah menyampaikan hadis pada seseorang, bahwa Rasul SAW telah bersabda: Aku lupa atau aku telah lupa, karena itu mungkin yang aku kerjakan adalah sunnah.”


أنه سمع من يثقه به من أهل العلم تقول أن رسول الله ص.م. أرى أعمار الناس قبله أو ما شاء الله من ذلك فكأنه تقاصر أعمار أمته أن لا تبلغوا من العمل مثل الذى بلغ غيرهم فى طول العمر فأعطاه الله ليلة القدر خير من ألف شهر

“Dari Malik bahwasanya dia mendengar dari orang yang terpercaya di antara ulama berkata Rasulullah telah diperlihatkan umur orang-orang yang mati sebelumnya, atau apa yang telah Allah kehendaki tentang itu dan itu menjadikan seakan-akan kehidupan umatnya terlalu pendek bagi mereka untuk melakukan perbuatan baik sebagaimana orang-orang sebelum mereka dapat melakukannya dengan usia mereka yang panjang, maka Allah memberikan kepadanya lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan.”


أن معاذ بن جبل فال: آخر ما أوصانى به رسول الله ص.م. حينما وضعت رجلى فى الغرزان قال: احسن خلقك للناس يا معاذ بن جبل


“Dari Malik bahwa Muadz bin Jabal berkata: Petunjuk akhir dari Rasulullah telah disampaikan kepadaku ketika aku meletakkan kaki di Sanggurdi, ia berkata: berkelakuan baiklah kepada orang hai Muadz ibn Jabal”


أنه بلغه أن رسول الله ص.م. كان يقول إذا أنشأت بحرية ثم تشائت فتلك عين غديقة


“Dari Malik bahwasanya telah sampai kepadanya bahwa rasul bersabda ketika awan muncul dari arah laut dan pergi menuju Syria akan turun sejumlah hujan besar.”


F. Kitab-kitab Syarahnya

Kitab al-Muwat}t}a’ disyarahi oleh beberapa ulama di antaranya:

1. al-Tamhid lima fi> al-Muwat}t}a’ min al-Ma’ani wa al-Asanid karya Abu Umar ibn Abdil Bar al-Namri al-Qurtubi ( w. 463 H)

2. Al-Istizkar fi Syarh Maz|a>hib Ulama al-Amsar karya Ibn ‘Abdil Barr (w. 463 H.)

3. Kasyf al-Mugti fi Syarh al-Muwat}t}a’ karya Jalaluddin al-Suyuti (w. 911 H.)

4. Tanwirul Hawalik, karya Jalaluddin as-Suyuti (w. 911 H)

5. Syarah al-Ta’liq al-Mumajjad ala Muwatta’ Imam Muhammad karya al-Haki ibn Muhammad al-Laknawi al-Hindi

6. al-Muntaqa karya karya Abu Walid al-Bajdi (w. 474 H.).

7. al-Maswa karya al-Dahlawi al-Hanafi (w. 1176 H.)

8. Syarh al-Zarqani karya al-Zarqani al-Misri al-Maliki (w. 1014 H.)


G. Pendapat Para Ulama tentang al-Muwat}t}a’

Di antara ulama yang memberikan penilaian terhadap kitab al-Muwat}t}a’ adalah:

a. al-Syafi’i : “Di dunia ini tidak ada kitab setelah al-Qur’an yang lebih sahih daripada kitab Malik...”

b. al-Hafiz al-Muglatayi al-Hanafi: “ Buah karya Malik adalah kitab shahih yang pertama kali”

c. Ibn Hajar:” Kitab Malik sahih menurut Malik dan pengikutnya...”

d. Waliyullah al-Dahlawi menyatakan al-Muwatta’ adalah kitab yang paling sahih, mashur dan paling terdahulu pengumpulannya.


H. Kritikan Orientalis terhadap al-Muwatta`

Di antara orientalis yang memberikan kritikan terhadap karya Imam Malik adalah Joseph Schacht. Schacht meragukan otentitas hadis dalam al-Muwat}t}a’, di antara hadis yang dikritiknya adalah tentang bacaan ayat sajdah dalam khutbah Jum’ah oleh Khatib:


عن هشام ين عروة عن أبيه أن عمر بن الخطاب قرأ سجدة وهو على المنبر يوم الجمعة فنزل فسجد الناس معه ثم قرأها يوم الجمعة الأخرى. فتهيأ الناس السجود فقال على رسلكم إن الله ثم يكتبها علينا إلا أن نشأ فلم يسجد ومنهم أن يسجد.


Dalam pandangan Schacht, hadis tersebut putus sanadnya, padahal dalam riwayat Bukhari sanadnya bersambung. Menurutnya, dalam naskah kuno kitab al-Muwat}t}a’ terdapat kata-kata “dan kami bersujud bersama Umar”. Kata-kata ini tidak pernah diucapkan oleh Urwah, hanya dianggap ucapannya. Oleh karenanya, dari pendekatan historis berarti naskah/teks hadis lebih dahulu ada, baru kemudian dibuatkan sanadnya. Sanad tersebut untuk kemudian dikembangkan dan direvisi sedemikian rupa dan disebut berasal dari masa silam.

Tuduhan Schacht tersebut dibantah oleh Muhammad Mustafa A’zami, teks tersebut adalah sesuai dengan naskah aslinya, karena naskah asli tulisan Malik tidak diketemukan. Para pen-syarah al-Muwat}t}a’ seperti Ibnu ‘Abdil Barr dan az-Zarqani sama sekali tidak pernah menyinggung tentang adanya naskah kuno seperti yang disebut Schacht. Secara umum Azami menyatakan apa yang dilakukan Schacht dalam penelitian otentitas sanad dengan mengambil contoh hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Fiqh seperti al-Muwat}t}a’ Imam Malik, al-Muwat}t}a’ al-Syaibani dan al-Umm al-Syafi’i adalah tidak tepat, karena pada umumnya metode yang dipakai dalam kitab-kitab fiqh ataupun sejarah tidak memberi data secara detail lengkap runtutan sanadnya, tetapi mencukupkan menyebutkan sumbernya atau sebagian sanadnya.

Hal lain yang dikritisi Schacht adalah tentang 80 hadis dalam al-Muwat}t}a’ yang disebut “Untaian Sanad Emas”, Yakni Malik-Nafi’-Ibnu Umar. Schact meragukan untaian sanad tersebut, mengingat usia Malik terlalu dini (15 tahun). Apa mungkin riwayat dari anak usia 15 tahun diikuti banyak orang, sementara masih banyak ulama besar lain di Madinah. Alasan lainnya, Nafi’ pernah menjadi hamba sahaya dalam keluarga Ibnu Umar, sehingga kredibilitasnya perlu dipertanyakan.

Hal tersebut disanggah Azami, Schacht dianggap keliru dalam menghitung usia Malik, seharusnya Schacht menghitung umur Malik saat Nafi’ wafat bukan dari tahun wafatnya Malik. Sehingga usia Malik saat itu adalah 20-24 tahun. Pada usia-usia tersebut bukan terlalu muda untuk dianggap sebagai seorang ulama. Adapun tentang Nafi’ yang mantan budak Ibnu Umar, sebenarnya itu tidak menjadi masalah karena penerimaan seorang rawi yang paling penting adalah “dapat dipercaya”, dan Nafi dianggap orang yang paling dipercaya dalam meriwayatkan hadis dari Ibn Umar. Di samping dalam hal ini Nafi’ bukan satu-satunya orang yang meriwayatkan hadis Ibn Umar, sehingga bisa dijadikan pembanding dan mungkinkah ribuan rawi di perbagai tempat bersepakat berbohong untuk menyusun sanad tersebut?


IV. Kesimpulan

Dari paparan di atas, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi:

1. Kitab al-Muwat}t}a’ disusun Imam Malik atas usulan Khalifah Ja’far al-Mansur dan keinginan kuat dari dirinya yang berniat menyusun kitab yang dapat memudahkan umat Islam memahami agamanya.

2. Kitab al-Muwat}t}a’ tidak hanya menghimpun hadis Nabi, tetapi juga memasukkan pendapat sahabat, Qaul Tabi’in, Ijma’ Ahlul Madinah dan pendapat Imam Malik. Menurut Fuad Abdul Baqi, al-Muwatta’ memuat 1824 hadis dengan kualitas yang beragam dengan metode penyusunan hadis berdasar klasifikasi hukum (abwab fiqhiyyah).

3. Tuduhan Joseph Schacht yang meragukan ketidakotentikan hadis dalam al-Muwat}t}a’ ditangkis oleh Mustafa al-A’zami. A’zami menolak penelitian otentitas sanad hadis dengan mendasarkan pada kitab-kitab fiqih seperti al-Muwatta’ al-Syaibani, al-Muwat}t}a’ Imam Malik dan al-Umm al-Syafi’i.Nurun Najwah


DAFTAR PUSTAKA


Abu Zahwu, Muhammad Muhammad. Al-Hadis wa al-Muhaddisun. Kairo: al-Maktabah al- Salafiyah, t.t.

al-’Asqalani, Ibn Hajar. Tahzib al-Tahzib. Beirut: Dar al-Fikr, 1994.

‘Awadah, Muhammad, Malik ibn Anas Da>r al-Hijrah. Beirut: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1992.

Azami, Muhammad Mustofa, Hadis Nabi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali Mustafa Ya’qub. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.

al-Bandari, Abdul Gafur Sulaiman. Al-Mausu’ah Rijal al-Kutub at-Tis’ah. Beirut: Dar al- Kutub at-Tis’ah. Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1993.

Cholil, Moenawar. Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.

Coulson, Noel J. Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah, terj. Hamid Ahmad. Jakarta: P3M, 1987.

Husein, Muhammad Hamid. Kitab al-Muwatta’ “Muqaddimah”. Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, t.th.

Ibn ‘Alwi, Muhammad. Malik ibn Anas. Al-Azhar: Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah, 1981.

Ismail, Muhammad Syuhudi. Cara Praktis Mencari Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

al-Kandahlawi, Muhammad Zakariya ibn Muhammad Yahya. Muqaddimah Aujaz al-Masalik ila Muwatta’ Malik. India: Matba’ah al-Sa’adah, 1973.

al-Khulli, Amin. Malik ibn Anas. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.

Malik ibn Anas, al-Muwatta’, pen-tahqiq. Muhammad Fuad Abdul Baqi.

al-Suyuti, Jalaluddin. Tanwir al-Hawalik Syarh al-Muwatta’. Beirut: Dar Ihya’ Kutub al- ’Arabiyyah, t.t.

al-Syarbasi, Ahmad. Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab, terj. Sabil Huda dan A. Ahmadi. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

Wensinck, Arnold John, Miftah Kunuz al-Sunnah, terj. Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Lahore: Suhail, 1981.

al-Z|ahabi>, Siyar al-’Alam an-Nubala’. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1990.

13 Sifat Laki-laki Yang tidak Disukai Perempuan

Para kaum wanita adalah manusia yang juga mempunyai hak tidak suka kepada laki-laki karena beberapa sifa-sifatnya. Karena itu kaum lelaki tidak boleh egois, dan merasa benar. Melainkan juga harus memperhatikan dirinya, sehingga ia benar-benar bisa tampil sebagai seorang yang baik.


Pertama, Tidak Punya Visi
Setiap kaum wanita merindukan suami yang mempunyai visi hidup yang jelas. Bahwa hidup ini diciptakan bukan semata untuk hidup. Melainkan ada tujuan mulia. Dalam pembukaan surah An Nisa ayat:1 Allah swt. Berfirman: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Dalam ayat ini Allah dengan tegas menjelaskan bahwa tujuan hidup berumah tangga adalah untuk bertakwa kepada Allah. Takwa dalam arti bersungguh mentaati-Nya. Apa yang Allah haramkan benar-benar dijauhi. Dan apa yang Allah perintahkan benar ditaati.
Namun yang banyak terjadi kini, adalah bahwa banyak kaum lelaki atau para suami yang menutup-nutupi kemaksiatan. Istri tidak dianggap penting. Dosa demi dosa diperbuat di luar rumah dengan tanpa merasa takut kepada Allah. Ingat bahwa setiap dosa pasti ada kompensasinya. Jika tidak di dunia pasti di akhirat. Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang hancur karena keberanian para suami berbuat dosa. Padahal dalam masalah pernikahan Nabi saw. bersabda: Pernikahan adalah separuh agama, maka bertakwalah pada separuh yang tersisa.

Kedua, Kasar

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Ini menunjukkan bahwa tabiat wanita tidak sama dengan tabiat laki-laki. Karena itu Nabi saw. menjelaskan bahwa kalau wanita dipaksa untuk menjadi seperti laki-laki tulung rusuk itu akan patah. Dan patahnya berarti talaknya. Dari sini nampak bahwa kaum wanita mempunyai sifat ingin selalui dilindungi. Bukan diperlakukan secara kasar. Karena itu Allah memerintahkan para suami secara khusus agar menyikapi para istri dengan lemah lembut: Wa'aasyiruuhunna bil ma'ruuf (Dan sikapilah para istri itu dengan perlakuan yang baik) An Nisa: 19. Perhatikan ayat ini menggambarkan bahwa sikap seorang suami yang baik bukan yang bersikap kasar, melainkan yang lembut dan melindungi istri.
Banyak para suami yang menganggap istri sebagai sapi perahan. Ia dibantai dan disakiti seenaknya. Tanpa sedikitpun kenal belas kasihan. Mentang-mentang badannya lebih kuat lalu memukul istri seenaknya. Ingat bahwa istri juga manusia. Ciptaan Allah. Kepada binatang saja kita harus belas kasihan, apalagi kepada manusia. Nabi pernah menggambarkan seseorang yang masuk neraka karena menyikas seekor kucing, apa lagi menyiksa seorang manusia yang merdeka.

Ketiga, Sombong

Sombong adalah sifat setan. Allah melaknat Iblis adalah karena kesombongannya. Abaa wastakbara wakaana minal kaafiriin (Al Baqarah:34). Tidak ada seorang mahlukpun yang berhak sombong, karena kesombongan hanyalah hak priogatif Allah. Allah berfirman dalam hadits Qurdsi: Kesombongan adalah selendangku, siapa yang menandingi aku, akan aku masukkan neraka. Wanita adalah mahluk yang lembut. Kesombongan sangat bertentangan dengan kelembutan wanita. Karena itu para istri yang baik tidak suka mempunyai suami sombong.
Sayangnya dalam keseharian sering terjadi banyak suami merasa bisa segalanya. Sehingga ia tidak mau menganggap dan tidak mau mengingat jasa istri sama sekali. Bahkan ia tidak mau mendengarkan ucapan sang istri. Ingat bahwa sang anak lahir karena jasa kesebaran para istri. Sabar dalam mengandung selama sembilan bulan dan sabar dalam menyusui selama dua tahun. Sungguh banyak para istri yang menderita karena prilaku sombong seorang suami.

Keempat, Tertutup

Nabi saw. adalah contoh suami yang baik. Tidak ada dari sikap-sikapnya yang tidak diketahui istrinya. Nabi sangat terbuka kepada istri-istrinya. Bila hendak bepergian dengan salah seorang istrinya, nabi melakukan undian, agar tidak menimbulkan kecemburuan dari yang lain. Bila nabi ingin mendatangi salah seorang istrinya, ia izin terlebih dahulu kepada yang lain. Perhatikan betapa nabi sangat terbuka dalam menyikapi para istri. Tidak seorangpun dari mereka yang merasa didzalimi. Tidak ada seorang dari para istri yang merasa dikesampingkan.
Kini banyak kejadian para suami menutup-nutupi perbuatannya di luar rumah. Ia tidak mau berterus terang kepada istrinya. Bila ditanya selalu jawabannya ngambang. Entah ada rapat, atau pertemuan bisnis dan lain sebagainya. Padahal tidak demikian kejadiannya. Atau ia tidak mau berterus terang mengenai penghasilannya, atau tidak mau menjelaskan untuk apa saja pengeluaran uangnya. Sikap semacam ini sungguh sangat tidak disukai kaum wanita. Banyak para istri yang tersiksa karena sikap suami yang begitu tertutup ini.

Kelima, Plinplan

Setiap wanita sangat mendambakan seorang suami yang mempunyai pendirian. Bukan suami yang plinplan. Tetapi bukan diktator. Tegas dalam arti punya sikap dan alasan yang jelas dalam mengambil keputusan. Tetapi di saat yang sama ia bermusyawarah, lalu menentukan tindakan yang harus dilakukan dengan penuh keyakinan. Inilah salah satu makna qawwam dalam firman Allah: arrijaalu qawwamuun alan nisaa' (An Nisa' :34).

Keenam, Pembohong

Banyak kejadian para istri tersiksa karena sang suami suka berbohong. Tidak mau jujur atas perbuatannya. Ingat sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh ke tanah. Kebohongan adalah sikap yang paling Allah benci. Bahkan Nabi menganggap kebohongan adalah sikap orang-orang yang tidak beriman. Dalam sebuah hadits Nabi pernah ditanya: hal yakdzibul mukmin (apakah ada seorang mukmin berdusta?) Nabi menjawab: Laa (tidak). Ini menunjukkan bahwa berbuat bohong adalah sikap yang bertentangan dengan iman itu sendiri.
Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang bubar karena kebohongan para suami. Ingat bahwa para istri tidak hanya butuh uang dan kemewahan dunia. Melainkan lenbih dari itu ia ingin dihargai. Kebohongan telah menghancurkan harga diri seorang istri. Karena banyak para istri yang siap dicerai karena tidak sanggup hidup dengan para sumai pembohong.

Ketujuh, Cengeng

Para istri ingin suami yang tegar, bukan suami yang cengeng. Benar Abu Bakar Ash Shiddiq adalah contoh suami yang selalu menangis. Tetapi ia menangis bukan karena cengeng melainkan karena sentuhan ayat-ayat Al Qur'an. Namun dalam sikap keseharian Abu Bakar jauh dari sikap cengeng. Abu Bakar sangat tegar dan penuh keberanian. Lihat sikapnya ketika menghadapi para pembangkang (murtaddin), Abu Bakar sangat tegar dan tidak sedikitpun gentar.
Suami yang cengeng cendrung nampak di depan istri serba tidak meyakinkan. Para istri suka suami yang selalu gagah tetapi tidak sombong. Gagah dalam arti penuh semangat dan tidak kenal lelah. Lebih dari itu tabah dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.

Kedelapan, Pengecut

Dalam sebuah doa, Nabi saw. minta perlindungan dari sikap pengecut (a'uudzubika minal jubn), mengapa? Sebab sikap pengecut banyak menghalangi sumber-sumber kebaikan. Banyak para istri yang tertahan keinginannya karena sikap pengecut suaminya. Banyak para istri yang tersiksa karena suaminya tidak berani menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Nabi saw. terkenal pemberani. Setiap ada pertempuran Nabi selalu dibarisan paling depan. Katika terdengar suara yang menakutkan di kota Madinah, Nabi saw. adalah yang pertama kaluar dan mendatangi suara tersebut.
Para istri sangat tidak suka suami pengecut. Mereka suka pada suami yang pemberani. Sebab tantangan hidup sangat menuntut keberanian. Tetapi bukan nekad, melainkan berani dengan penuh pertimbangan yang matang.

Kesembilan, Pemalas

Di antara doa Nabi saw. adalah minta perlindingan kepada Allah dari sikap malas: allahumma inni a'uudzubika minal 'ajizi wal kasal , kata kasal artinya malas. Malas telah membuat seseorang tidak produktif. Banyak sumber-sumber rejeki yang tertutup karena kemalasan seorang suami. Malas sering kali membuat rumah tangga menjadi sempit dan terjepit. Para istri sangat tidak suka kepada seorang suami pemalas. Sebab keberadaanya di rumah bukan memecahkan masalah melainkan menambah permasalah. Seringkali sebuah rumah tangga diwarnai kericuhan karena malasnya seorang suami.

Kesepuluh, Cuek Pada Anak

Mendidik anak tidak saja tanggung jawab seorang istri melainkan lebih dari itu tanggung jawab seorang suami. Perhatikan surat Luqman, di sana kita menemukan pesan seorang ayah bernama Luqman, kepada anaknya. Ini menunjukkan bahwa seorang ayah harus menentukan kompas jalan hidup sang anak. Nabi saw. Adalah contoh seorang ayah sejati. Perhatiannya kepada sang cucu Hasan Husain adalah contoh nyata, betapa beliau sangat sayang kepada anaknya. Bahkan pernah berlama-lama dalam sujudnya, karena sang cucu sedang bermain-main di atas punggungnya.
Kini banyak kita saksikan seorang ayah sangat cuek pada anak. Ia beranggapan bahwa mengurus anak adalah pekerjaan istri. Sikap seperti inilah yang sangat tidak disukai para wanita.

Kesebelas, Menang Sendiri

Setiap manusia mempunyai perasaan ingin dihargai pendapatnya. Begitu juga seorang istri. Banyak para istri tersiksa karena sikap suami yang selalu merasa benar sendiri. Karena itu Umar bin Khaththab lebih bersikap diam ketika sang istri berbicara. Ini adalah contoh yang patut ditiru. Umar beranggapan bahwa adalah hak istri mengungkapkan uneg-unegnya sang suami. Sebab hanya kepada suamilah ia menemukan tempat mencurahkan isi hatinya. Karena itu seorang suami hendaklah selalu lapang dadanya. Tidak ada artinya merasa menang di depan istri. Karena itu sebaik-baik sikap adalah mengalah dan bersikap perhatian dengan penuh kebapakan. Sebab ketika sang istri ngomel ia sangat membutuhkan sikap kebapakan seorang suami. Ada pepetah mengatakan: jadilah air ketika salah satunya menjadi api.

Keduabelas, Jarang Komunikasi

Banyak para istri merasa kesepian ketika sang suami pergi atau di luar rumah. Sebaik-baik suami adalah yang selalu mengontak sang istri. Entah denga cara mengirim sms atau menelponnya. Ingat bahwa banyak masalah kecil menjadi besar hanya karena miskomunikasi. Karena itu sering berkomukasi adalah sangat menentukan dalam kebahagiaan rumah tangga.
Banyak para istri yang merasa jengkel karena tidak pernah dikontak oleh suaminya ketika di luar rumah. Sehingga ia merasa disepelekan atau tidak dibutuhkan. Para istri sangat suka kepada para suami yang selalu mengontak sekalipun hanya sekedar menanyakan apa kabarnya.

Ketigabelas, Tidak Rapi dan Tidak Harum
Para istri sangat suka ketika suaminya selalu berpenampilan rapi. Nabi adalah contoh suami yang selalu rapi dan harum. Karena itu para istrinya selalu suka dan bangga dengan Nabi. Ingat bahwa Allah Maha indah dan sangat menyukai keindahan. Maka kerapian bagian dari keimanan. Ketika seorang suami rapi istri bangga karena orang-orang pasti akan berkesan bahwa sang istri mengurusnya. Sebaliknya ketika sang suami tidak rapi dan tidak harum, orang-orang akan berkesan bahwa ia tidak diurus oleh istrinya. Karena itu bagi para istri kerapian dan kaharuman adalah cermin pribadi istri. Sungguh sangat tersinggung dan tersiksa seorang istri, ketika melihat suaminya sembarangan dalam penampilannya dan menyebarkan bahu yang tidak enak. Allahu a'lam.

Sumber: http://www.dakta.com/